SAMPAH-sampah yang berserakan di sepanjang jalan di Gang Kurnia, Lingkungan VII, Kelurahan Tegal Sari Mandala III, Kecamatan Medan Denai, membuat gundah hati Chaidirsyah Dudung. Dia heran kenapa lingkungannya tidak pernah bersih, padahal setiap hari disapu, sampahnya dibuang ke tempat sampah. Parit-parit di depan rumah juga tersumbat karena banyaknya tumpukan sampah yang tidak hanyut terbawa arus parit, sehingga menjadi banjir.
Lelaki 63 tahun ini bingung, bagaimana bisa lingkungannya sekotor itu, sedangkan kesadaran masyarakatnya belumlah tinggi, apalagi soal kebersihan. Maklumlah, di sekitar tempat tinggal Kepala Lingkungan VII yang biasa disapa CH Dudung ini, rata-rata warganya berprofesi sebagai penjahit dan pedagang makanan ringan, sehingga sampah-sampah dibuang begitu saja.
“Banyak sampah ketika itu. Ada sampah kain percah, sampah wadah minuman air mineral dari yang cup hingga botol besar. Itu semua dibuang sembarangan tempat dan masuk ke parit ketika hujan turun,” ucap CH Dudung ketika menceritakan kisah inspiratifnya, ‘Membuat Sampah Jadi Emas’, pada Lomba Bercerita Kisah Inspiratif Implementasi STBM, di Asean International Hotel Medan, Selasa (3/9).
Hingga suatu saat, CH Dudung mendapatkan inspirasi, bagaimana cara mengatasi sampah di lingkungannya. Kebetulan saat itu, sebuah lembaga bernama High Five yang disponsori USAID, melakukan sosialisasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang mengusung Lima Pilar, diantaranya, jaga makanan dan minuman kita agar terbebas dari kuman, biasakan cuci tangan pakai sabun, stop buang air besar sembarangan, buang sampah pada tempatnya dan alirkan air buangan rumah ke selokan supaya tidak ada genangan.
Keyakinannya untuk memanfaatkan sampah menjadi barang berharga bertambah, ketika Pak CH Dudung secara kebetulan mengunjungi sebuah stand di Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) di Tapian Daya, Jalan Gatot Subroto, Medan. Disitu CH Dudung tertarik dengan sebuah keramik yang sangat ringan, yang dipamerkan di stand PRSU tersebut.
“Saya bertanya kepada penjaga stand, kenapa keramik ini ringan, bukankan keramik itu berat. Lalu si penjaga stand mengatakan, kalau keramik itu terbuat dari bungkus rokok dan harganya mencapai Rp 250.000. Saya pun heran sambil terkagum-kagum, kenapa sampah bisa memiliki nilai tinggi? Nah dari situlah saya terinspirasi memanfaatkan sampah di lingkungan tempat tinggal saya untuk menjadi barang yang sangat berharga,” tukas CH Dudung.
Kemudian bersama tutor dari High Five, CH Dudung pun mulai serius mempelajari bagaimana membuat keramik yang terbuat yang terbuat dari bungkus rokok, membuat keset kaki dari kain percah, membuat bingkai photo dari kertas karton, serta memanfaatkan botol plastik dan kaleng bekas yang diubah menjadi vas bunga dan souvenir lain sebagainya.
Begitu juga dengan sampah organik, CH Dudung bersama binaan High Five lainnya, memanfaatkan sisa limbah rumah tangga seperti, nasi busuk, sayuran yang tak terpakai hingga buah-buahan, untuk diolah menjadi pupuk organik.
“Alhamdulillah, 2 tahun mendapat ilmu dari High Five, kami sudah bisa mengubah sampah menjadi emas. Mengubah sampah menjadi emas hanyalah kiasan saja, namun intinya, semula sampah menjadi barang yang tak berharga, sekarang menjadi berharga. Kalau cukup uang bisa beli emas,” canda CH Dudung yang telah memperoleh predikat Kepling Terbaik Se Kota Medan pada Tahun 2012 lalu.
Tapi menurutnya, bukan itulah intinya, tapi bagaimana mengubah prilaku masyarakatnya dengan tidak membuang sampah sembarangan lagi. Itu hanya memotivasi, dan buktinya, masyarakat sudah tidak membuang sampah di sembarang tempat lagi.
Buktinya, saat ini warganya tidak lagi membuang sampah di jalan atau pun parit. Setiap sampah-sampah yang mau dibuang, terlebih dahulu dikumpulkan di tempat yang tersedia di rumah masing-masing. Sampah itu pun dipilah-pilah, mana sampah yang organik dan yang non organik.
Saat ini, CH Dudung sudah memiliki 20 kader binaan. Mereka inilah yang mengutip sampah-sampah dari masyarakat dan dikumpulkan di Bank Sampah. Saking banyaknya sampah, CH Dudung sampai kewalahan, sehingga sebagian sampah itu di lempar ke pengepul. Sedangkan jumlah penghasilan dari olahan sampah itu, menurut CH Dudung, tidaklah sepadan dengan pengeluaran mereka. Tapi tujuannya bukanlah mencari untung, melainkan mengubah perilaku masyarakatnya, seperti yang dikatakannya.
Namun, kendalanya saat ini, barang-barang kerajinan yang mereka buat sulit untuk dipasarkan. Terlebih ketika Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Medan, menggelar pameran. Tentu untuk mendapatkan stand tidaklah mudah, karena harga standnya terlalu mahal.
Untuk mengatasi itu, CH Dudung dan teman-teman mengandalkan penjualan kerajinan tangan mereka melalui door to door. Hasil penjualan itu dikumpulkan untuk membeli keperluan bahan kerajinan, sisanya ditabung.
“Yah, tapi saya tetap optimis, sampah-sampah ini tetap akan menjadi emas. Itu sudah saya buktikan dan hasilnya memang sangat memuaskan. Sekarang kader binaan kita sangat antusias mengolah sampah menjadi barang yang berharga. Hasilnya, lingkungan tempat tinggal kami menjadi bersih, rapi dan nyaman,” pungkasnya.
CH Dudung pun punya ambisi, kedepan mereka akan melakukan kerjasama dengan Rumah Zakat di Jalan Setia Budi. Nantinya, jika kerjasama itu terjalin, system yang akan dilaksanakan adalah menukar ‘sampah-sampah’ yang berharga ini dengan sembako, sehingga kader binaannya bisa terbantu dari segi ekonomi
Sumber : http://beritasore.com/2013/09/06/membuktikan-sampah-bisa-jadi-emas/
No comments:
Post a Comment